You Are Reading

0

Kebaya dan Sanggul di Hari Kartini?

Sepuluh Tiga™ Minggu, 22 April 2012

Apa yang banyak dilakukan kaum perempuan saat merayakan Hari Kartini ? Atau kalau Anda seorang perempuan apa yang akan Anda lakukan untuk memperingati hari Kartini? Dulu waktu saya masih sekolah baik di tingkat SMP maupun SMA, sekolah saya selalu mengadakan lomba berbusana ala Kartini, alias murid-murid perempuran diminta mengenakan kain kebaya dan rambutnya disanggul. Kadang juga diadakan lomba menghias tumpeng, memasak atau yang lainnya. Namun, yang jelas kegiatannya tak jauh dari kegiatan yang berbau keperempuanan yang dekat -dekat dengan urusan dapur dan rumah tangga. Kemudian saya perhatikan tontonan di televisi. Ternyata setiap peringatan Hari Kartini, para penyiar perempuan juga ramai-ramai tampil berkebaya dan pakai sanggul, tak peduli apa pun acara yang dibawakannya. Bahkan, saya juga pernah pergi ke bank dan mall saat Hari Kartini. Pemandangan yang terlihat adalah para karyawan perempuan di bank tersebut juga berkebaya, sementara di mall yang saya temui adalah karyawan costumer servicenya yang pakai kebaya.

Kini fenomena tersebut masih banyak dijumpai. Dalam beberapa kali menghadiri undangan peringatan Hari Kartini yang diselenggarakan oleh organisasi wanita, masih dijumpai bentuk-bentuk kegiatan seperti lomba berbusana nasional alias menggunakan kebaya dan sanggul, menghias tumpeng, lomba memasak, dan sebagainya. Lagi-lagi tak jauh dari urusan di ranah domestik. Yang kemudian muncul dalam pikiran saya adalah pertanyaan, “Kok cuma begini cara perempuan menghargai pahlawannya?”

Kebaya dan sanggul. Apa hubungan kedua benda ini dengan peringatan Hari Kartini ? Adakah relevansinya memakai kebaya dan sanggul di Hari Kartini? Secara pribadi saya agak sulit menemukan hubungan antara kebaya dan sanggul dengan nilai-nilai kejuangan Kartini. Bagi saya kebaya dan sanggul tak bisa diidentikkan dengan Kartini. Bahwa Kartini adalah perempuan Jawa yang selama ini digambarkan dengan penampilan kebaya dan sanggul memang benar. Tetapi itu tidak lalu dapat mewakili seluruh pemikiran dan cita-citanya. Terlalu naif rasanya kalau menghubungkan sosok Kartini dan perannya dalam emansipasi hanya dengan menampilkan kebaya dan sanggul. Saya sendiri tidak tahu sejak kapan tradisi berkebaya dan bersanggul itu diberlakukan yang notabene oleh kaum perempuan sendiri.

Apakah perempuan merasa sudah cukup puas ketika dia bisa tampil cantik dalam balutan kebaya dan sanggul? Adakah manfaat lebih jauh yang bisa dipetik dari kegiatan seperti ini ? Terlebih manfaat bagi masyarakat secara umum. Bukankah  jaman yang semakin modern juga menuntut perempuan bisa berkiprah lebih jauh dari sekadar tampil di ranah domestik. Ketika kini sudah banyak perempuan terlibat urusan di ranah publik tentu dibutuhkan pemikiran yang lebih terbuka dan luas. Masih banyak persoalan di masyarakat dan di negeri ini yang membutuhkan sentuhan tangan perempuan. Masalah pendidikan, kesehatan ibu dan anak, nasib buruh perempuan, ketidakadilan jender, kekerasan dalam rumah tangga, adalah sebagian masalah yang menonjol di masyarakat. Ketika perempuan sendiri tidak peduli dengan hal-hal seperti ini, rasanya kok aneh.

Tapi bukannya anti dengan kebaya dan sanggul walaupun terus terang saya juga sangat jarang tampil dengan gaya seperti itu. Namun, menurut saya sekarang bukan lagi waktunya memperingati Hari Kartini hanya dengan berbusana ala Kartini (termasuk peringatan Hari Dewi Sarika atau Hari Ibu yang menurut saya caranya juga sering tidak pas). Seandainya Kartini masih hidup, mungkin dia akan kecewa melihat kaum perempuan belum berani berbuat lebih jauh atau keluar dari lingkup yang sempit. Mudah-mudahan harapan saya ini juga mewakili harapan kaum perempuan lain yang kebetulan sejalan dalam pemikiran.

Selamat merayakan Hari Kartini !

Sumber : Sos Bud

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2012 Sepuluh Tiga™