You Are Reading

0

Mengenang Perjuangan R.A Kartini

Sepuluh Tiga™ Minggu, 22 April 2012
Dalam sejarah di Indonesia banyak sekali pahlawan-pahlawan wanita yang hebat dan luar biasa dalam memperjuangan emansipasi wanita. 

Salah satunya adalah  Raden Ayu Kartini. Kenapa harus Kartini yang menjadi simbol emansipasi wanita padahal masih banyak pahlawan-pahlawan wanita yang lain yang tidak kalah luar biasanya?

Menurut penelusuran Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Harsja W. Bachtiar, Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.
Harsja menulis tentang kisah ini: “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”

Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Social Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme. Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia.

Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Pada 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda.

Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini, dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”

Kartini-Kartini dimasa kini

Masa telah berganti. Emansipasi wanita yang dulu telah diperjuangkan oleh R.A. Kartini secara luar biasa itu, kini telah diteruskan oleh kartini-kartini yang baru.

Kartini-kartini di abad ini juga telah mengikuti jejak R.A. Kartini. Dulu, Kartini  berjuang untuk mengangkat derajat wanita yang pada masa itu memang terbelenggu. 

Kini, perjuangan itu harus diteruskan oleh  “Kartini-Kartini”  yang   baru. Mereka itu  harus  berjuang sesuai  dengan  bidang, tugas  dan tanggung jawabnya masing-masing, baik sebagai pejabat negara (Menteri, Anggota DPR, Hakim, Dubes), para pejabat dan pegawai di segala intansi pemerintah maupun swasta, sebagai wirausaha, sebagai wartawan, pendidik maupun bidang-bidang lainnya. Banyak wanita masa kini, termasuk yang telah berumahtangga, ikut aktif berkerja untuk mengais penghasilan demi kecukupan kebutuhan keluarganya.

Tetapi jangan dilupakan pentingnya peranan wanita-wanita sebagai Ibu Rumah Tangga biasa. Mereka itu berjasa secara luar biasa dalam bekerja di balik layar. Karena peran merekalah para suaminya dapat tenang bekerja dan bersemangat untuk mendapatkan sebesar-besarnya kecukupan keluarga.

Selain itu, harus diberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para ibu (Istri) secara keseluruhan. Merekalah yang secara aktif terlibat langsung dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Walaupun mereka tidak pernah mendpatkan penghargaan dan balas jasa, tetapi mereka tidak pernah mengeluh. Apalagi peran wanita sebagai ibu yang telah mengandung dan melahirkan anak-anak, karena dari rahim merekalah lahir generasi penerus yang kelak akan meneruskan perjuangan yang telah dirintis oleh R.A. Kartini dan pahlawan-pahlawan yang luar biasa lainnya.

Karena itu, tanggal 21 April seyogyanya tidak sekedar menjadi hari peringatan untuk mengenang perjuangan R.A. Kartini saja. Marilah kita renungkan, betapa mulianya perjuangan yang dilakukan oleh R.A. Kartini untuk mendobrak pagar emansipasi yang kokoh. Tanpa itu  mungkin kesetaraan itu tak akan pernah kita rasakan.

Kartini-Kartini masa kini perlu memperjuangkan bagaimana kesetaraan jender yang telah ada saat ini benar-benar dibuktikan dengan karya nyata kaum wanita dalam mengisi kemerdekaan, dan turut serta membangun serta memperjuangkan pencapaian kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia ini. Itu harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, kejujuran, dan kepahlawanan Kartini. (Raso danYL/Asdep PHI/DPOK)

Sumber : SetKab

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2012 Sepuluh Tiga™