You Are Reading

0

Inspirasi Kartini untuk Perempuan Masa Kini

Sepuluh Tiga™ Minggu, 22 April 2012




Apa sebenarnya yang menarik dari Kartini, dan mengapa setiap tanggal  21 April selalu kita peringati dengan bermacam-macam kegiatan. Salah satu contoh yang biasa lazim dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam memperingati hari Kartini  adalah perlombaan kebaya ala R.A Kartini. Apakah karena ia merupakan sosok seorang pahlawan bangsa? atau  karena pendidikan tingginya.
   
Bila kebanyakan perempuan Indonesia di tanya tentang perjuangan sosok Kartini, maka kemungkinan kebanyakan dari kita akan menggelengkan kepala tanda tidak memahami tokoh perempuan tersebut, yang tercetus dari pemikiran kebanyakan perempuan Indonesia hanya mengerti bahwa Kartini adalah pahlawan bangsa dan salah seorang tokoh pengerakan emansipasi perempuan Indonesia.


Emansipasi Perempuan Masa Kini

Berbicara tentang emansipasi perempuan masa kini, nampaknya bertolak belakang dari apa yang dicita-citakan oleh R.A. Kartini.  Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi yang lebih berkiblat ke Barat. Padahal Kartini sendiri sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan kembali kepada fitrahnya.
   
Di Barat sendiri hal ini muncul pada abad 15 dan 16, suatu zaman yang disebut sebagai renaissance. Ia datang untuk mencabut tradisi dan menenggelamkan agama yang dianggap kuno. Dan muncullah gagasan baru; kekuatan logika dengan angkuhnya menggantungkan semua sumber nilai dan norma yang sakral dan spiritual. Pengaruh renaissance ini secara mendasar menukar agama dengan logika; spiritualisme dengan materialisme terus berlanjut sampai sejarah memasuki dunia modern. Dan aktualisasinya mulai meledak pasca perang dunia pertama dan kedua tahun 1914 dan tahun 1939. Secara besar-besaran perempuan Barat mulai memasuki dunia kerja dalam proses industrialisasi dengan alasan untuk mendorong roda pembangunan dalam masyarakat.
   
Kedudukan perempuan Baratpun secara nyata bukan hanya sekedar menggeser. Mereka berangkat ke kantor sebagaimana lazimnya kaum lelaki. Berbaurlah antara laki-laki dan perempuan. Mau tidak mau tuntutan persamaan dalam jabatan, upah kerja, hak-hak politik, dan jabatan-jabatan umum menjadi suatu hal yang logis.
   
Tanpa disadari persamaan dalam karir banyak menghilangkan sifat keperempuan-perempuan Barat dan harga dirinya. Dalam waktu yang bersamaan perempuan Barat mendapatkan secara bertahap sifat-sifat kelelakian, bahkan juga kekasaran, kekerasan, ketegapan bagi mereka yang membutuhkan otot.

Tak bisa dipungkiri, hal ini telah merambah kepada perempuan-perempuan Indonesia. Dan emansipasi inilah yang sedang digaungkan untuk dikembangkan oleh gerakan perempuan dalam masyarakat dewasa ini. Nampaknya perempuan-perempuan Indonesia harus lebih cerdas dalam memahami dan menanggapi hal ini. Langkah-langkah yang dilakukan oleh perempuan Barat semestinya tidak harus menjadi acuan melangkah bagi perempuan Indonesia. Langkah yang harus ditempuh dan tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah kembali kepada konsep agama dan konsep pemikiran yang gagas oleh R.A. Kartini kepada perempuan Indonesia.

Kartini Menginspirasi

Dijadikannya R.A. Kartini sebagai pahlawan bangsa Indonesia dilatar belakangi oleh pemikiran-pemikiran dan perjuangan terhadap kaumnya. Pribadinya yang lembut dan santun, tanpa meninggalkan sifat keperempuanannya (Feminim) mencoba mendobrak keterbelengguan yang mengungkung dirinya dan kaum perempuan pada masa itu. Sebagai catatan bagi kita bahwa beliau tidak bergerak dengan sifat-sifat kelelakian (maskulin), seperti halnya perempuan-perempuan Barat, namun beliau bergerak dengan kelembutan dan penanya.
   
Dengan penanya, Kartini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam tulisan-tulisan tangannya. Adapun pemikiran-pemikiran tersebut menceritakan tentang kondisi sosial pada waktu itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk dibangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan, dan bersedia dimadu, sehingga Kartini mengklaim bahwa budaya jawa dianggap sebagai penghambat kemajuan perempuan. Pergerakan yang dilakukan untuk melepas kungkungan adat tersebut, bisa dipahami dari cita-citanya yang luhur yaitu mengagas pembebasan perempuan, dengan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumi putra kala itu.
   
Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan oleh Kartini melalui tulisan atau suratnya, adalah tentang kritiknya terhadap agama. Dia mempertanyakan kenapa kitab suci harus dihafalkan dan dilafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Menurutnya “….Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…”. Kartini juga menyoalkan tentang pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
   
Kartini sendiri dalam tulisan dan bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang semestinya memberikan inspirasi kepada kaum perempuan Indonesia agar menjadi perempuan-perempuan yang cerdas dan berkemajuan artinya tidak terkungkung dan terpasung dengan adat yang akan mehambat kreativitas dan logika, tanpa meninggalkan fitrahnya sebagai perempuan. Kita nampaknya harus sepakat bahwa gagasan-gagasan yang dituangkan oleh Kartini memalui tulisannya masih tetap up to date.
   
Tidak dapat dipungkiri bahwa lepasnya belenggu sampai kepada kebebasan perempuan dalam menuntut ilmu serta belajar dibangku sekolah pada era modern ini adalah salah satu contoh hasil dari perjuangan R.A Kartini. Jadi sepatutnyalah gagasan-gagasan yang muncul dari pemikiran R.A. Kartini tersebut dijadikan rujukan bagi perempuan-perempuan Indonesia dalam mensikapi diri, dan meletakkan konsep emansipasi perempuan pada kedudukan yang sebenarnya agar menjadi pribadi yang kuat dan bermartabat. (**)

Sumber : Radar Bangka 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2012 Sepuluh Tiga™