Latest Posts

0

Sejarah Kartini Tentang Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

Sepuluh Tiga™ Minggu, 22 April 2012
Kartini memiliki cita cita besar yang terbersit dalam buku sejarah Kartini yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. dialah wanita Indonesia yang memiliki citra sebagai seorang wanita yang ingin membela hak hak wanita agar tidak tertindas terutama adalah hak pendidikan dan hak untuk berkarir, hingga disebutlah emansipasi wanita. Sehingga setiap tahun peringatan Kartini akan dijadikan semangat bagi kaum wanita untuk menumbuhkan kembali semangat ke Kartinian, dari tingkat playgroup diselenggarakan acara memperingati semangat Kartini sampai dengan mereka yang telah bekerja dan berkarir.

Meski kartini telah tiada namun semangatnya untuk memperjuangkan kaum wanita terus berkobar, sebagai contoh kartini Indonesia yang sukses adalah Megawati yang menjadi Presiden RI, Wali kota Surabaya saat ini Ibu Risma, dan masih banyak lagi kisah sukses Kartini Modern lainnya.

Baiklah, untuk mengenang kembali kisah dan sejarah kartini mari kita kupas sedikit tentang sejarah Kartini yang tertuang pada buku sejarah kartini : Habis Gelap Terbitlah Terang beserta Surat Suratnya.


Dalam Sejarah Kartini disebutkan, Dulu pas RA Kartini dilahirkan, ayah nya msh berkedudukan sebagai wedono mayong, sedangkan ibunya adalah seorang wanita berasal dari desa Teuk Awur yaitu Mas Ajeng Ngasirah yang berstatus garwo Ampil. RMAA Sosroningrat dan urutan keempat dari ibi kandung Mas Ajeng Ngasirah, sedangkan eyang RA Kartini dari pihak ibunya adalah seorang Ulama Besar pada masa itu bernama Kyai Haji Modirono dan Hajjah Siti Aminah.

Kutipan dari Sejarah Kartini, Istri kedua ayahnya yang berstatus garwo padmi adalah putri bangsawan yang dikawini pada tahun 1875 keturunan langsung bangsawan tinggi madura yaitu raden ajeng Woeryan anak dari RAA Tjitrowikromo yang memegang jabatan Bupati Jepara sebelum RMAA Sosroningrat. Perkawinan dari kedua istrinya itu telah membuahkan putera sebanyak 11 (sebelas) orang.

Kartini yang kita kenal itu pertama kali menghirup udara segar yaitu disebuah desa di Mayong yang terletak 22 km sebelum masuk jantung kota Jepara. Disinilah Kartini dilahirkan oleh seorang ibu dari kalangan rakyat biasa yang dijadikan garwo ampil oleh wedono Mayong RMA Sosroningrat. Anak yang lahir itu adalah seorang bocah kecil dengan mata bulat berbinar-binar memancarkan cahaya cemerlang seolah menatap masa depan yang penuh tantangan.

Hari demi hari beliau tumbuh dalam suasana gembira, dia ingin bergerak bebas, berlari kian kemari, hal yang menarik baginya ia lakukan meskipun dilarang. Karena kebebasan dan kegesitannya bergerak ia mendapat julukan TRINIL dari ayahnya. Kemudian setelah kelahiran RA Kartini yaitu pada tahun 1880 lahirlah adiknya RA Roekmini dari garwo padmi. Pada tahun 1881 RMAA Sosroningrat diangkat sebagai Bupati Jepara dan beliau bersama keluarganya pindah ke rumah dinas Kabupaten di Jepara.

Pada tahun yang sama lahir pula adiknya yang diberi nama RA Kardinah sehingga si trinil senang dan gembira dengan kedua adiknya sebagai teman bermain. Lingkungan Pendopo Kabupaten yang luas dan megah itu semakin memberikan kesempatan bagi kebebasan dan kegesitan setiap langkah RA Kartini untuk menuju harapan baru.

Sifat serba ingin tahu RA Kartini inilah yang mrnjadikan orang tuanya semakin memperhatikan perkembangan jiwanya. Memang sejak semula RA Kartini paling cerdas dan penuh inisiatif dibandingkan dengan saudara perempuan lainnya. Dengan sifat kepemimpinan RA Kartini yang menyolok, jarang terjadi perselisihan diantara mereka bertiga yang dikenal dengan nama TIGA SERANGKAI meskipun dia agak diistimewakan dari yang lain.

Dalam buku sejarah Kartini disebutkan bahwa : Agar puterinya lebih mengenal daerah dan rakyatnya RMAA Sosroningrat sering mengajak ketiga puterinya jalan jalan dengan menaiki kereta. Ini semua hanya merupakan pendekatan secara terarah agar puterinya kelak akan mencintai rakyat dan bangsanya, sehingga apa yang dilihatnya dapat tertanam dalam ingatan RA Kartini dan adik-adiknya serta dapat mempengaruhi pandangan hidupnya setelah dewasa.

Sejarah Kartini - Saat mulai menginjak bangku sekolah EUROPESE LAGERE SCHOOL terasa bagi RA Kartini sesuatu yang menggembirakan. Karena sifat yang ia miliki dan kepandaiannya yang menonjol RA Kartini cepat disenangi teman-temannya.. Kecerdasan otaknya dengan mudah dapat menyaingi anak-anak Belanda baik pria maupun wanitanya, dalam bahasa Belanda pun RA Kartini dapat diandalkan. Ditulis dalam buku : Dari Gelap Menuju Terang

Setelah diterjemahkan kedalam bahasa yang lebih sempurna yaitu Habis gelap terbitlah terang dijelaskan tentang sejarah Kartini yaitu : Menjelang kenaikan kelas di saat liburan pertama, NY. OVINK SOER dan suaminya mengajak ra Kartini beserta adik-adiknya Roekmini dan Kardinah menikmati keindahan pantai bandengan yang letaknya 7 km ke Utara Kota Jepara, yaitu sebuah pantai yang indah dengan hamparan pasir putih yang memukau sebagaimana yang sering digambarkan lewat surat-suratnya kepada temannya Stella di negeri Belanda. RA Kartini dan kedua adiknya mengikuti Ny. Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran menghindari ombak, kepada RA Kartini ditanyakan apa nama pantai tersebut dan dijawab dengan singkat yaitu pantai Bandengan.

Kemudian Ny. Ovink Soer mengatakan bahwa di Holland pun ada sebuah pantai yang hampir sama dengan bandengan namanya Klein Scheveningen secara spontan mendengar itu RA Kartini menyela kalau begitu kita sebut saja pantai bandengan ini dengan nama Klein Scheveningen.

Sejarah Kartini semoga tak terulang - Selang beberapa tahun kemudian setelah selesai pendidikan di EUROPASE LEGERE SCHOOL, RA Kartini memiliki keinginan untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, namun timbul keraguan di hati RA Kartini karena terbentur pada aturan adat apalagi bagi kaum ningrat bahwa wanita seperti dia harus menjalani pingitan, Kasihan...

Dalam Sejarah Kartini dituliskan - Memang sudah saatnya RA Kartini memasuki masa pingitan karena usianya telah mencapai 12 tahun lebih, ini semua demi keprihatinan dan kepatuhan kepada tradisi ia harus berpisah pada dunia luar dan terkurung oleh tembok Kabupaten. Dengan semangat dan keinginannya yang tak kenal putus asa RA Kartini berupaya menambah pengetahuannya tanpa sekolah karena menyadari dengan merenung dan menangis tidaklah akan ada hasilnya, maka satu-satunya jalan untuk menghabiskan waktu adalah dengan tekun membaca apa saja yang di dapat dari kakak dan juga dari ayahnya.

Beliau pernah juga mengajukan lamaran untuk sekolah dengan beasiswa ke negeri Belanda dan ternyata dikabulkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, hanya saja dengan berbagai pertimbangan maka besiswa tersebut diserahkan kepada putera lainnya yang namanya kemudian cukup terkenal yaitu H. Agus Salim.

Sejarah Kartini pun menyebutkan adanya cerita tentang Bupati RMAA Sosroningrat dan Raden Ayu yang menerima kedatangan tamu utusan yang membawa surat lamaran dari Bupati Rembang Adipati Djojoadiningrat yang sudah dikenal sebagai Bupati yang berpandangan maju dan modern. Tepat tanggal 12 November 1903 RA Kartini melangsungkan pernikannya dengan Bupati Rembang Adipati Djojodiningrat dengan cara sederhana.

Pada saat kandungan RA Kartini berusia 7 bulan, dalam dirinya dirasakan kerinduan yang amat sangat pada ibunya dan Kota Jepara yang sangat berarti dalam kehidupannya. Suaminya telah berusaha menghiburnya dengan musik gamelan dan tembang-tembang yang menjadi kesayangannya, namun semua itu membuat dirinya lesu.

Pada tanggal 13 September 1904 RA Kartini melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Singgih/RM. Soesalit. Tetapi keadaan kesehatan RA Kartini semakin memburuk meskipun sudah melakukan perawatan khusus dan berobat, namun akhirnya pada tanggal 17 September 1904 RA Kartini menghembuskan nafasnya yang terakhir pada usia 25 tahun.

Sekarang RA Kartini telah tiada dan tinggal Sejarahnya, cita-cita dan perjuangannya telah dapat kita nikmati, kemajuan yang telah dicapai kaum wanita Indonesia sekarang ini adalah berkat goresan penanya semasa hidup yang kita kenal dengan buku HABIS GELAP TERBITLAH TERANG.

Dan ini adalah beberapa isi Surat kartini yang berhasil ditemukan dalam sejarah kartini :

“Menyandarkan diri kepada manusia, samalah halnya dengan mengikatkan diri kepada manusia. Jalan kepada Allah hanyalah satu. Siapa sesungguhnya yang mengabdi kepada Allah, tidak terikat kepada seorang manusia pun ia sebenar-benarnya bebas.”
[Surat Kartini kepada Ny. Ovink, Oktober 1900]

“Supaya Nyonya jangan ragu-ragu, marilah saya katakan ini saja dahulu: Yakinlah Nyonya, KAMI AKAN TETAP MEMELUK AGAMA KAMI yang sekarang ini. Serta dengan Nyonya kami berharap dengan senangnya, moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja MEMBUAT UMAT AGAMA LAIN MEMANDANG AGAMA ISLAM PATUT DISUKAI . . . ALLAHU AKBAR! Kita katakan sebagai orang Islam, dan bersama kita juga semua insan yang percaya kepada Satu Allah, Gusti Allah, Pencipta Alam Semesta" [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902]

"Bagaimana pendapatmu tentang ZENDING (Diakonia), jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta-kasih, bukan dalam KRISTENISASI? Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya . . . Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi JANGAN MENG-KRISTEN-KAN ORANG! Mungkinkah itu dilakukan?"
[Surat Kartini kepada E.C. Abendanon, 31 Januari 1903]

“Kesusahan kami hanya dapat kami keluhkan kepada Allah, tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dia-lah yang dapat menyembuhkan…”

“Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah (Abdullah).”
[Surat Kartini kepada Ny. E.C. Abendanon, 1 Agustus 1903]

R.A. Kartini dan Pandangannya Terhadap Emansipasi dan Barat

"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, BUKAN SEKALI-SEKALI KARENA KAMI MENGINGINKAN ANAK-ANAK PEREMPUAN ITU MENJADI SAINGAN LAKI-LAKI DALAM PERJUANGAN HIDUPNYA. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama."
[Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902]

“Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang-orang setengah Eropa atau orang-orang Jawa Kebarat-baratan.”
[Surat Kartini kepada Ny. E.E. Abendanon, 10 Juni 1902]

"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?"
 [Surat Kartini kepada Ny. E.C. Abendanon, 27 Oktober 1902]
Sumber : Infoting
»»  READMORE...
0

ALAM JEPARA -> Musium R.A Kartini

Sepuluh Tiga™




Selain cukup terkenal dengan wisata pantainya, seperti Pantai Kartini, Pantai Bandengan dan Pantai Benteng Portugis, Jika anda datang ke Kota Jepara jangan lewatkan untuk mampir ke Museum R.A.Kartini yang berada di tengah-tengah jantung Kota Jepara, Jalan Alun-alun No.1 Jepara sebelah barat daya Pendapa Kabupaten Jepara. Lokasinya memang sangat strategis, persisnya sebelah timur Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten, sebelah selatan Alun-alun dan Masjid Besar, sebelah barat Kodim Jepara dan sebelah utara shopping centre ( Pusat Perbelanjaan ).



Museum R.A.Kartini sendiri didirikan pada tanggal 30 Maret 1975 atas usulan wakil-wakil rakyat Jepara dan didukung bantuan dari mantan Presiden Soeharto, pada era Jepara dipimpin oleh Bupati Suwarno Djojo Mardowo, S.H. dan diresmikan pada tanggal 21 April 1977 tepat seabad peringatan R.A.Kartini oleh Bupati Jepara, Sudikto S.H. Museum ini didirikan sebagai penghargaan terhadap R.A.Kartini perintis emansipasi Wanita Indonesia.Dan saat ini dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Pemerintah Daerah kabupaten Jepara.

Museum R.A.Kartini berdiri di atas tanah seluas 5.210 meter persegi, dengan luas bangunan 890 meter persegi yang terdiri atas beberapa gedung. Selain menyajikan benda-benda peninggalan R.A.Kartini maupun kakaknya R.M.P. Sosrokartono, juga menyimpan benda-benda kuno peninggalan sejarah dan budaya hasil temuan di wilayah Kabupaten Jepara.

Dimana lokasi museum tersebut terbagi dalam empat ruangan besar. Ruang Pertama berisi koleksi peninggalan R.A.Kartini berupa benda peninggalan dan foto semasa hidupnya. Diantaranya adalah meja, kursi, foto-foto Kartini, Radio, koleksi piring Kartini, Gerobag Kartini dan lain-lain.


Ruang Kedua berisi benda-benda peninggalan Drs. R.M. Panji Sosrokartono ( Kakak R.A.Kartini ). Raden Sosrokartono merupakan lulusan Universitas Leiden-Belanda, Dimana beliau menguasai sembilan bahasa asing timur, 17 bahasa asing barat. Dan semasa hidupnya terkenal dengan “Dokter Air Putih” karena selalu memberi pengobatan dengan air dan kata agung Alif .

Ruang Ketiga berisi koleksi benda-benda yng bernilai sejarah antara lain terdapat tulang ikan raksasa “Joko Tuwo” dengan panjang kurang lebih 16 meter, berat kurang lebih 6 ton, lebar 4 meter, tinggi 2 meter dan kurang lebih berumur 220 tahun. Tulang ikan ini ditemukan di perairan Karimunjawa pada pertengahan bulan April 1989.





Ruang Keempat berisi koleksi kerajinan Jepara, ukir-ukiran, keramik, anyaman bambu dan rotan, hasil karya lomba ukir serta alat transportasi jaman dulu. Bagi para pengunjung yang ingin melihat kilas balik R.A.Kartini bisa berkunjung setiap saat, karena museum ini buka tiap hari ( termasuk hari libur ) dari jam 08.00 sampai dengan jam 17.00 WIB.



Dengan tiket masuk tergolomg sangat murah sekali dimana hari biasa dikenakan biaya masuk seribu rupiah untuk dewasa dan enam ratus rupiah untuk anak-anak. Hari Sabtu, Minggu dan Libur Nasional dikenakan biaya masuk seribu lima ratus untuk dewasa dan tujuh ratus lima puluh untuk anak-anak.

Sumber : Park.Blogdetik.com
»»  READMORE...
0

Sejarah Gerakan Emansipasi Wanita Oleh RA Kartini

Sepuluh Tiga™

Gerakan emansipasi wanita di Indonesia tidak terlepas dari peranan Raden Ajeng (RA) Kartini dan para pejuang wanita lainnya. Sejalan dengan bertambah banyaknya jumlah pelajar di sekolah Barat, dan peradaban dunia Barat yang lengkap dengan sistem politik, sosial, dan ekonominya pun mulai lebih dikenal. Posisi sosial Belanda yang sangat terpandang pada masa kolonialisme Belanda di mata bangsa pribumi menyebabkan timbulnya aspirasi-aspirasi untuk mengadakan inovasi menurut model Barat umumnya, dan Belanda khususnya.

Akhirnya persepsi mereka terbuka, tidak hanya dalam perbedaan-perbedaan tingkat dan gaya hidup pribumi dengan Belanda dan Eropa saja, melainkan juga mengenai keterbelakangan dan kolotnya kehidupan tradisional masyarakat Indonesia saat itu. Mereka mulai sadar akan perbedaan kualitas hidup antara gaya Barat yang serba bebas dengan pola kehidupan tradisional yang penuh dengan keterikatan.


Tradisi mulai dipandang bukan sebagai sesuatu yang wajar lagi dan harus dijunjung tinggi, melainkan sebagai hambatan menuju kemajuan. Lambat laun kesadaran pun tumbuh untuk mencapai kemajuan, yang memerlukan liberalisasi dari belenggu adat-istiadat kuno. Salah satu gerakan emansipasi ini dikumandangkan oleh RA Kartini melalui tulisan-tulisannya yang kemudian diterbitkan menjadi buku Habis Gelas Terbitlah Terang pada tahun 1911.

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

Wikipedia menuliskan bahwa dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang diungkapkan bagaimana kehidupan keluarga bupati yang masih digariskan menurut tradisi, kedudukan orang tua terhadap putera-puteranya. Selain itu juga dicantumkan ketaatan dan kepatuhan pada adat, termasuk kaidah-kaidah tata susila, sopan santun serta tata cara yang mengatur segala macam hubungan sosial, baik di lingkungan keluarga maupun di luarnya yang tidak dapat diganggu gugat lagi.
Sejarah Gerakan Emansipasi Wanita Oleh RA Kartini
Tulisan RA Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang justru mempertanyakan, mempersoalkan, dan menyangsikan segala sesuatu yang berasal dari tradisi. Kondisi tersebut seperti yang dialaminya sendiri dalam kehidupannya di lingkungan bangsawan Kabupaten Jepara. RA Kartini diharuskan menerima semua aturan adat-istiadat dengan penuh rasa khidmat yang disertai rasa tanggungjawab untuk melestarikannya.

Kesempatannya bersekolah dan bergaul dengan anak-anak Belanda membuka mata dan membangkitkan kesadarannya akan dunia luar serta nilai-nilai dan gaya hidupnya yang berbeda dari apa yang dihayatinya. Timbullah kejutan kebudayaan baginya, yaitu kesadaran akan situasi yang serba terbelakang dari kedudukan rendah wanita.

Cita-cita RA Kartini menjadi guru tidak lain berasal dari aspirasinya untuk memajukan bangsa sehingga lahirlah ide emansipasi seperti yang ia uraikan dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang secara tajam dan mendalam. Selamat merayakan Hari Kartini!

Sumber : Ridwanaz.Com
»»  READMORE...
0

Spirit Religiositas Perjuangan Kartini

Sepuluh Tiga™


Menarik sekali meyimak perjuangan RA Kartini dalam upaya mengangkat derajat perempuan bumiputera. Perjuangan putri Bupati Jepara ini lebih diorientasikan kepada perbaikan nasib kaum Hawa sehingga menjadikannya lebih dikenal sebagai pendekar emansipasi perempuan.
Akibatnya, stigma sebagai pelopor pembebasan perempuan dari kemapanan dominasi dan subordinasi kaum Adam dialamatkan kepadanya. Ada tiga hal yang menjadi titik berat perjuangan Kartini. Pertama, masalah emansipasi perempuan, khususnya melawan adat dan ajaran-ajaran feodalisme, di mana perempuan tidak lebih sebagai properti.

Kedua, masalah pentingnya pendidikan di kalangan masyarakat, di mana diskriminasi untuk memperoleh pendidikan dialami oleh masyarakat miskin dan perempuan. Ketiga, buruknya kehidupan rakyat yang disebabkan oleh bermacam-macam hal, salah satunya adalah kondisi kesehatan.

Di balik perjuangannya, ada fakta menarik yang nyaris tidak terungkap, yaitu spirit religiositas yang menjadi roh perjuangan Kartini. Selama ini orang lebih mengenal perjuangan Kartini hanya sebatas perjuangan antikemapanan terhadap ajaran tradisi dan belenggu adat yang feodalistis.

Bahkan, tidak sedikit yang mendistorsi perjuangan Kartini sebagai pemberontakan terhadap kemapanan laki-laki. Orang cenderung menempatkan Kartini face to face dengan kaum Adam yang merasa terancam dengan sepak terjang gerakan perempuan.

Padahal, orientasi gerakan Kartini adalah berusaha menempatkan perempuan bukan sebagai kanca wingking seperti doktrin budaya feodal maupun upaya ”pembonsaian” yang dilakukan kolonialis Belanda melalui peraturan diskriminatif yang membatasi ruang gerak perempuan terutama dalam mengenyam pendidikan.

Kartini berkeyakinan bahwa perempuan punya pengaruh yang besar sekali. Dengan demikian, perempuan harus lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam  kepada perempuan, yaitu menjadi ibu pendidik manusia yang pertama-tama.

Jelas, Kartini menginginkan nasib perempuan menjadi lebih baik. Perubahan yang harus diraih perempuan itu dalam pandagangan Kartini tidak perlu sampai mencerabut dirinya dari akar kodrat sebagai perempuan. Inilah yang membedakan Kartini dengan perjuangan kelompok feminis liberal yang memaknai perempuan mempunyai kebebasan secara penuh dan individual, yang berakar pada rasionalitas dan distingsi antara dunia privat dan publik.

Kartini juga tidak berkeinginan mengkritik pola keagamaan masyarakat. Justru sebaliknya, ia berangkat dari kesadaran beragama untuk membuat perubahan terhadap tradisi masyarakat yang gelap menuju peradaban yang tercerahkan. Religiositas Kartini terasah sejak kecil. Benih ini mengalir dari sang kakek, Kiai Modimoro, seorang guru mengaji di daerah Telukawur, Jepara. Kartini rajin belajar ilmu agama sejak kecil dan mengikuti pengajian bersama ayahnya.

Pengaruh religiositas ini melekat dalam diri Kartini dan termuat dalam suratnya kepada kenalannya bernama Estelle Zeehandelaar yang akrab dia sapa dengan nama Stella, seperti dalam salah satu alinea suratnya yang berbunyi:…aku juga setia mengunjungi masjid, tetapi tanpa mengerti isi khotbah bahasa Arab. Aku juga punya kitab suci Alquran dan aku setia membacanya namun tak mengerti artinya…., pelipur lara dan pendekatan jiwa kepada Allah.

Meski memiliki kendala bahasa, semangat religiositas Kartini tidak memudar. Hingga suatu hari ia menghadiri pengajian untuk para bupati seluruh Jawa di Demak yang materinya adalah tafsir QS Al-Fatihah yang disampaikan oleh Kiai Sholeh bin Umar as-Samarani.

Kesempatan ini dimanfaatkan Kartini untuk berdialog dengan sang kiai dan pada prinsipnya mengusulkan untuk menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa Jawa.
Akhirnya permintaan itu dikabulkan oleh sang kiai. Pada saat pernikahan Kartini, Kiai Sholeh baru menyelesaikan 13 juz dan memberikannya sebagai hadiah perkawinan. Namun sayang, sebelum seluruh terjemahan Alquran selesai Kiai Sholeh wafat.

Menuju Cahaya
Jika dicermati perjalan perjuangan hidup Kartini yang terangkum dalam Habis Gelap Terbitlah Terang, dari gelap menuju cahaya,  menggambarkan inspirasi religius perjuangan Kartini. Sepertinya Kartini terinspirasi betul oleh firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 257 yang berbunyi: Allahumma akhrijnii min al-dzulumati ila al-nuur, yang artinya,”Ya Allah keluarkanlah aku dari kegelapan menuju cahaya yang benderang”.

Inspirasi gerakan Kartini ini juga pernah dijadikan Aloys Budi Purnomo sebagai inspirasi judul artikelnya di koran ini, edisi 5 April, dalam rangka renungan perayaan Paskah, dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Tetapi karena topik yang diangkat Aloys Budi Purnomo berasal dari terjemahan yang mengalami distorsi sebelumnya, sehingga analisisnya kurang tepat dan terasa jauh panggang dari api.

Perjuangan Kartini belum selesai dan masih dalam proses menuju pencerahan. Kartini telah tiada dan selayaknya generasi sekarang siap menerima estafet melanjutkan perjuangan itu. Tentu perjuangan yang dilakukan tidak mendistorsi orientasi perjuangan yang diinginkan Kartini. Bukan simbolisasi perjuangan kaum perempuan melawan kaum pria. Melainkan perjuangan yang menyinergikan kiprah putra dan putri Indonesia membebaskan bangsanya dari belenggu kegelapan.

Bangsa ini masih dalam pusaran kegelapan. Ketergantungan kepada bangsa lain masih tinggi. Ketimpangan pembangunan dan diskriminasi sosial, pendidikan, kesehatan secara nyata terjadi di hampir seluruh pelosok negeri. Degradasi moral bangsa kian tak terbendung. Korupsi semakin merajalela. Sungguh bangsa ini masih berada dalam cengkeraman kegelapan yang sangat pekat.
Optimisme keluar dari kegelapan ini harus tetap dikobarkan. Asalkan ada komitmen dan kerja keras bersama dari anak bangsa untuk melakukan pencerahan dan membebaskan bangsanya dari keterpurukan, terang pasti akan teraih. Kesadaran bersama untuk membangun bangsa dengan mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki.

Memiliki semangat patriotisme tinggi dan menghidupkan semangat kemandirian sekaligus mengeliminasi ketergantungan kepada bangsa lain dalam mengeksplorasi kekayaan alam adalah jalan menuju cahaya. Serta yang tidak boleh ketinggalan adalah peningkatan mutu intelektual dan pengembangan moral yang luhur yang akan menjadikan pembangunan berjalan adil dan jujur. Dengan demikian, harapan untuk mengeluarkan bangsa ini dari kegelapan akan terealisasi dengan baik.

Sumber : Solopos
»»  READMORE...
0

Panggil Aku Kartini Saja, karya Pramoedya Ananta Toer tentang seorang gadis luar biasa

Sepuluh Tiga™

Kartini --> Image : Wikipedia
“Barang siapa tidak berani, dia tidak bakal menang; itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!”


Siapa yang tidak bergetar ketika membaca semboyan seperti itu? Disampaikan dengan lantang, sebuah gagasan yang memberontak dari seorang gadis yang terkungkung dalam tembok feodalisme Jawa. Dia adalah Kartini, pejuang yang memiliki satu senjata: pena.


Pramodeya Ananta Toer


Ketika membaca buku biografi seorang tokoh, karya dari Pramoedya Ananta Toer ini, saya tidak habis-habisnya bergetar karena bersemangat. Membaca tulisan-tulisan dan surat-surat Kartini kepada kenalannya di luar negeri itu sama asyiknya ketika saya membaca tulisan Epos dari Eiji Yoshikawa. Seru! Waalau hanya catatan sejarah dari sebuah surat, namun rasa tegang dan bersemangat ketika membaca kemasan Pram begitu kuat. Membaca buku itu seolah-olah kita menyelami benar-benar kehidupan dari seorang Kartini. Meskipun buku itu tidak lengkap karena jilidan arsip lanjutannya hilang oleh sistem negara yang berusaha memusnahkan karya-karya Pram, bagi saya, cerita itu sangat kuat menggambarkan kisah hidup Kartini dan perjuangannya.

Cover Buku "Panggil Aku Kartini Saja"

Dulu, saya hanya mengenal Kartini dari sebuah gambar diri yang dipajang dalam kelas (ketika masih duduk di bangku sekolah dasar). Waktu itu, saya berpikir bahwa Kartini mungkin bisa berjuang karena dia adalah keturunan raja, dan wajar saja mendapatkan pendidikan yang layak sehingga menjadi pintar. Jadi, saya sempat memandang sinis kepada pahlawan Kartini, waktu kecil dulu. Akan tetapi, ketika saya membaca sejarah kehidupannya, ternyata sangat menyedihkan. Dia memang keturunan raja, tetapi tetap saja dia mengalami hambatan dalam mengembangkan bakatnya. Karena apa? Kekuasaan feodal Jawa pada saat itu, yang mewajibkan seorang putri ayu untuk dipingit dan dipersiapkan untuk menjadi tuan putri, dan tidak bisa ke mana-mana selain di dala istana. Karena sistem yang seperti itu, Kartini susah untuk bergerak. Padahal, dia adalah seorang tokoh wanita yang memiliki jiwa suci dan hati yang tulus dalam memberantas kebodohan yang ada di kehidupan rakyatnya. Dia ingin maju, ingin rakyatnya maju, tidak begitu saja mau ditindas oleh orang-orang kulit putih. Sedih, sungguh sangat sedih menyimak kisah hidup pahlawan kita yang satu ini.
Namun, tembok-tembok istana tidak menjadi penghalang Kartini untuk berjuang. Dia masih punya kekuatan dan senjata. Dia memiliki pemikiran yang cemerlang, jenius, dan mempiliki pena dan kertas untuk menyalurkan pemikirannya. Dengan tulisan-tulisannya itu, Kartini memberikan gebrakan untuk kemajuan negerinya. Melalui surat-suratnya, Kartini menjelajahi dunia, hubungannya dengan teman-teman pena yang ada di luar negeri, memberikan bag Kartini untuk memesan buku dan belajar secara otodidak. Akan tetapi sayang, karena keterbatasannya itu, lagi-lagi Kartini menjadi korban dari kelicikan orang Belanda. Tanpa sadar, di penghujung hidupnya, Kartini menjadi korban dalam permainan Belanda (begitulah analisa saya setelah membaca buku Pram yang tidak lengkap itu).

Kartini bisa menjadi contoh teladan bagi kita semua, terutama wanita. Hatinya sungguh begitu besar dan sangat rendah hati. Saya begitu merasa kagum ketika membaca cuplikan cerita yang mengisahkan Kartini menulis surat yang menyatakan keinginannya untuk menyerahkan beasiswa yang ia dapat kepada seorang pemuda perantauan, yang nantinya dikenal sebagai Agus Salim, karena dia tidak mendapatkan izin dari ayahnya untuk meneruskan pendidikan. Kartini tidak pernah marah. Dia tahu, dia tidak bisa terus melangkah di jenjang pendidikan karena sistem yang ada di lingkungannya. Apa daya, dia tidak bisa melawan, bukan karena sistem itu yang begitu kuat, melainkan karena kecintaannya yang begitu tinggi kepada ayahnya.
Satu hal lagi, yang membuat saya begitu jatuh hati dengan Kartini adalah, pernyataannya berikut (kalimat utuh dari semboyan di atas) :

“Aku yang tiada mempelajari sesuatupun, tak tahu sesuatupun, berani-beraninya hendak ceburkan diri ke gelanggang sastra! Tapi bagaimanapun, biar kau tertawakan aku, dan aku tahu kau tak berbuat begitu, gagasan ini tak akan kulepas dari genggamanku. Memang ini pekerjaan rumit; tapi barang siapa tidak berani, dia tidak bakal menang; itulah semboyanku! Maju! Semua harus dilakukan dan dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!”
                                                         — Kartini via Pramoedya Ananta Toer

Buku ini sangat baik dan mudah dicerna. Pram mengemasnya dengan apik, dan ada banyak catatan kaki sehingga kita tidak bingung dengan catata sejarah yang disajikan. Saya menyarankan buku bacaan ini kepada siapapun yang ingin tahu sejarah, yang mencari sosok figur teladan, dan kepada yang ingin maju dan berani!

Sumber : Manshurzikri
»»  READMORE...
0

Kebaya dan Sanggul di Hari Kartini?

Sepuluh Tiga™

Apa yang banyak dilakukan kaum perempuan saat merayakan Hari Kartini ? Atau kalau Anda seorang perempuan apa yang akan Anda lakukan untuk memperingati hari Kartini? Dulu waktu saya masih sekolah baik di tingkat SMP maupun SMA, sekolah saya selalu mengadakan lomba berbusana ala Kartini, alias murid-murid perempuran diminta mengenakan kain kebaya dan rambutnya disanggul. Kadang juga diadakan lomba menghias tumpeng, memasak atau yang lainnya. Namun, yang jelas kegiatannya tak jauh dari kegiatan yang berbau keperempuanan yang dekat -dekat dengan urusan dapur dan rumah tangga. Kemudian saya perhatikan tontonan di televisi. Ternyata setiap peringatan Hari Kartini, para penyiar perempuan juga ramai-ramai tampil berkebaya dan pakai sanggul, tak peduli apa pun acara yang dibawakannya. Bahkan, saya juga pernah pergi ke bank dan mall saat Hari Kartini. Pemandangan yang terlihat adalah para karyawan perempuan di bank tersebut juga berkebaya, sementara di mall yang saya temui adalah karyawan costumer servicenya yang pakai kebaya.

Kini fenomena tersebut masih banyak dijumpai. Dalam beberapa kali menghadiri undangan peringatan Hari Kartini yang diselenggarakan oleh organisasi wanita, masih dijumpai bentuk-bentuk kegiatan seperti lomba berbusana nasional alias menggunakan kebaya dan sanggul, menghias tumpeng, lomba memasak, dan sebagainya. Lagi-lagi tak jauh dari urusan di ranah domestik. Yang kemudian muncul dalam pikiran saya adalah pertanyaan, “Kok cuma begini cara perempuan menghargai pahlawannya?”

Kebaya dan sanggul. Apa hubungan kedua benda ini dengan peringatan Hari Kartini ? Adakah relevansinya memakai kebaya dan sanggul di Hari Kartini? Secara pribadi saya agak sulit menemukan hubungan antara kebaya dan sanggul dengan nilai-nilai kejuangan Kartini. Bagi saya kebaya dan sanggul tak bisa diidentikkan dengan Kartini. Bahwa Kartini adalah perempuan Jawa yang selama ini digambarkan dengan penampilan kebaya dan sanggul memang benar. Tetapi itu tidak lalu dapat mewakili seluruh pemikiran dan cita-citanya. Terlalu naif rasanya kalau menghubungkan sosok Kartini dan perannya dalam emansipasi hanya dengan menampilkan kebaya dan sanggul. Saya sendiri tidak tahu sejak kapan tradisi berkebaya dan bersanggul itu diberlakukan yang notabene oleh kaum perempuan sendiri.

Apakah perempuan merasa sudah cukup puas ketika dia bisa tampil cantik dalam balutan kebaya dan sanggul? Adakah manfaat lebih jauh yang bisa dipetik dari kegiatan seperti ini ? Terlebih manfaat bagi masyarakat secara umum. Bukankah  jaman yang semakin modern juga menuntut perempuan bisa berkiprah lebih jauh dari sekadar tampil di ranah domestik. Ketika kini sudah banyak perempuan terlibat urusan di ranah publik tentu dibutuhkan pemikiran yang lebih terbuka dan luas. Masih banyak persoalan di masyarakat dan di negeri ini yang membutuhkan sentuhan tangan perempuan. Masalah pendidikan, kesehatan ibu dan anak, nasib buruh perempuan, ketidakadilan jender, kekerasan dalam rumah tangga, adalah sebagian masalah yang menonjol di masyarakat. Ketika perempuan sendiri tidak peduli dengan hal-hal seperti ini, rasanya kok aneh.

Tapi bukannya anti dengan kebaya dan sanggul walaupun terus terang saya juga sangat jarang tampil dengan gaya seperti itu. Namun, menurut saya sekarang bukan lagi waktunya memperingati Hari Kartini hanya dengan berbusana ala Kartini (termasuk peringatan Hari Dewi Sarika atau Hari Ibu yang menurut saya caranya juga sering tidak pas). Seandainya Kartini masih hidup, mungkin dia akan kecewa melihat kaum perempuan belum berani berbuat lebih jauh atau keluar dari lingkup yang sempit. Mudah-mudahan harapan saya ini juga mewakili harapan kaum perempuan lain yang kebetulan sejalan dalam pemikiran.

Selamat merayakan Hari Kartini !

Sumber : Sos Bud
»»  READMORE...
0

Inspirasi Kartini untuk Perempuan Masa Kini

Sepuluh Tiga™




Apa sebenarnya yang menarik dari Kartini, dan mengapa setiap tanggal  21 April selalu kita peringati dengan bermacam-macam kegiatan. Salah satu contoh yang biasa lazim dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam memperingati hari Kartini  adalah perlombaan kebaya ala R.A Kartini. Apakah karena ia merupakan sosok seorang pahlawan bangsa? atau  karena pendidikan tingginya.
   
Bila kebanyakan perempuan Indonesia di tanya tentang perjuangan sosok Kartini, maka kemungkinan kebanyakan dari kita akan menggelengkan kepala tanda tidak memahami tokoh perempuan tersebut, yang tercetus dari pemikiran kebanyakan perempuan Indonesia hanya mengerti bahwa Kartini adalah pahlawan bangsa dan salah seorang tokoh pengerakan emansipasi perempuan Indonesia.


Emansipasi Perempuan Masa Kini

Berbicara tentang emansipasi perempuan masa kini, nampaknya bertolak belakang dari apa yang dicita-citakan oleh R.A. Kartini.  Kian hari emansipasi kian mirip saja dengan liberalisasi dan feminisasi yang lebih berkiblat ke Barat. Padahal Kartini sendiri sesungguhnya semakin meninggalkan semuanya, dan kembali kepada fitrahnya.
   
Di Barat sendiri hal ini muncul pada abad 15 dan 16, suatu zaman yang disebut sebagai renaissance. Ia datang untuk mencabut tradisi dan menenggelamkan agama yang dianggap kuno. Dan muncullah gagasan baru; kekuatan logika dengan angkuhnya menggantungkan semua sumber nilai dan norma yang sakral dan spiritual. Pengaruh renaissance ini secara mendasar menukar agama dengan logika; spiritualisme dengan materialisme terus berlanjut sampai sejarah memasuki dunia modern. Dan aktualisasinya mulai meledak pasca perang dunia pertama dan kedua tahun 1914 dan tahun 1939. Secara besar-besaran perempuan Barat mulai memasuki dunia kerja dalam proses industrialisasi dengan alasan untuk mendorong roda pembangunan dalam masyarakat.
   
Kedudukan perempuan Baratpun secara nyata bukan hanya sekedar menggeser. Mereka berangkat ke kantor sebagaimana lazimnya kaum lelaki. Berbaurlah antara laki-laki dan perempuan. Mau tidak mau tuntutan persamaan dalam jabatan, upah kerja, hak-hak politik, dan jabatan-jabatan umum menjadi suatu hal yang logis.
   
Tanpa disadari persamaan dalam karir banyak menghilangkan sifat keperempuan-perempuan Barat dan harga dirinya. Dalam waktu yang bersamaan perempuan Barat mendapatkan secara bertahap sifat-sifat kelelakian, bahkan juga kekasaran, kekerasan, ketegapan bagi mereka yang membutuhkan otot.

Tak bisa dipungkiri, hal ini telah merambah kepada perempuan-perempuan Indonesia. Dan emansipasi inilah yang sedang digaungkan untuk dikembangkan oleh gerakan perempuan dalam masyarakat dewasa ini. Nampaknya perempuan-perempuan Indonesia harus lebih cerdas dalam memahami dan menanggapi hal ini. Langkah-langkah yang dilakukan oleh perempuan Barat semestinya tidak harus menjadi acuan melangkah bagi perempuan Indonesia. Langkah yang harus ditempuh dan tidak bisa ditawar-tawar lagi adalah kembali kepada konsep agama dan konsep pemikiran yang gagas oleh R.A. Kartini kepada perempuan Indonesia.

Kartini Menginspirasi

Dijadikannya R.A. Kartini sebagai pahlawan bangsa Indonesia dilatar belakangi oleh pemikiran-pemikiran dan perjuangan terhadap kaumnya. Pribadinya yang lembut dan santun, tanpa meninggalkan sifat keperempuanannya (Feminim) mencoba mendobrak keterbelengguan yang mengungkung dirinya dan kaum perempuan pada masa itu. Sebagai catatan bagi kita bahwa beliau tidak bergerak dengan sifat-sifat kelelakian (maskulin), seperti halnya perempuan-perempuan Barat, namun beliau bergerak dengan kelembutan dan penanya.
   
Dengan penanya, Kartini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam tulisan-tulisan tangannya. Adapun pemikiran-pemikiran tersebut menceritakan tentang kondisi sosial pada waktu itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk dibangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan, dan bersedia dimadu, sehingga Kartini mengklaim bahwa budaya jawa dianggap sebagai penghambat kemajuan perempuan. Pergerakan yang dilakukan untuk melepas kungkungan adat tersebut, bisa dipahami dari cita-citanya yang luhur yaitu mengagas pembebasan perempuan, dengan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumi putra kala itu.
   
Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan oleh Kartini melalui tulisan atau suratnya, adalah tentang kritiknya terhadap agama. Dia mempertanyakan kenapa kitab suci harus dihafalkan dan dilafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Menurutnya “….Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…”. Kartini juga menyoalkan tentang pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
   
Kartini sendiri dalam tulisan dan bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang semestinya memberikan inspirasi kepada kaum perempuan Indonesia agar menjadi perempuan-perempuan yang cerdas dan berkemajuan artinya tidak terkungkung dan terpasung dengan adat yang akan mehambat kreativitas dan logika, tanpa meninggalkan fitrahnya sebagai perempuan. Kita nampaknya harus sepakat bahwa gagasan-gagasan yang dituangkan oleh Kartini memalui tulisannya masih tetap up to date.
   
Tidak dapat dipungkiri bahwa lepasnya belenggu sampai kepada kebebasan perempuan dalam menuntut ilmu serta belajar dibangku sekolah pada era modern ini adalah salah satu contoh hasil dari perjuangan R.A Kartini. Jadi sepatutnyalah gagasan-gagasan yang muncul dari pemikiran R.A. Kartini tersebut dijadikan rujukan bagi perempuan-perempuan Indonesia dalam mensikapi diri, dan meletakkan konsep emansipasi perempuan pada kedudukan yang sebenarnya agar menjadi pribadi yang kuat dan bermartabat. (**)

Sumber : Radar Bangka 
»»  READMORE...
0

Di Balik Perjuangan R.A Kartini

Sepuluh Tiga™


Buku Habis Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis tot Lich) merupakan bukti nyata  dokumentasi surat R.A Kartini yang kemudian di terbitkan oleh balai pustaka dan akhirnya disempurnakan oleh Armijn Pane. Pelopor kebangkitan perempuan, dengan semangat membela hak kaum hawa untuk turut terjun dalam dunia pendidikan.

Anak dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, mengawali dibukanya pintu gerbang akses pergerakan perempuan Indonesia di luar rumah. Keberadaan Kartini menggema seantero Negeri, perjuangannya mendapat sambutan hangat sampai pada kaum bangsawan.

Keputusan Presiden Soekarno No.108 Tahun 1964, menetapkan Kartini  tanggal 2 Mei 1964, sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.  Sekaligus menetapkan hari kelahirannya, 21 April, sebagai hari Kartini yang semarak  diperingati setiap tahun.

Menyandang kemuliaan sebagai anak seorang Bupati Jepara,  Kartini hadir untuk memposisikan kaum hawa sebagai bagaian dari anak manusia yang layak mendapatkan kebebasan. Bebas berpendidikan, keluar rumah dan berkarir sebagaimana laki-laki.

Namun, kebebasan yang diusung Raden Ajeng Kartini bukan pembebasan sebagaimana yang digencarkan kaum feminisme dengan kesetaraan gender. Melainkan meletakkan kedudukan secara proporsional, tidak melebihkan atau mengurangi hak dan tanggung jawab diantara laki- laki dan perempuan.

Posisi keduanya adalah  saling menghormati, mendukung, menghargai, dan menjaga kebebasan masing-masing. Tidak menyalahi kodrat wanita sebagai ibu rumah tangga dan istri setia bagi suaminya.

Perjuangan Raden Kartini dilatarbelakangi dengan kondisi perempuan yang dianggap tidak lebih dari tempat pelampiasan nafsu syahwat laki- laki. Di kung- kung dalam rumah, tidak diperkenankan menuntut ilmu dan berkarir.

Secara naluriah, kondisi tersebut sangat tidak rasional dengan kejiwaan perempuan. Tak ayal mereka hanya diam di rumah tanpa persaingan kualitas diri. Padahal, dengan kemandirian ilmu, maka kaum hawa akan mampu mendidik anak- anaknya unggul di kemudian hari. Tidak hanya itu, dengan ilmu juga dapat memberikan manfaat yang besar untuk keberlangsungan hidup manusia.

Kesetaraan Gender
Sosok bersahaja keturunan Ningrat, Kartini dianggap sebagai tokoh emansipasi wanita di Indonesia. Namun pandangan ini disalahgunakan oleh kaum feminisme sebagai ajang untuk mempelopori gagasannya di zaman sekarang. Atas nama kebebasan yang akhirnya kebablasan.

Menelisik dokumentasi gerakan feminisme ala barat penuh cela. Propaganda pemikiran yang murni sejatinya tidak lekang oleh perubahan zaman dan waktu. Sebagaimana perjuangan Kartini hingga detik ini. Namanya tetap harum, penuh kenangan indah.

Sangat kentara perbedaan dengan budaya feminisme yang menjerumuskan. Julia Kristeva dalam paparan buku yang berjudul Women’s Time menjelaskan bahwa gerakan feminisme merupakan ruang liberasi kaum wanita seluruh dunia.

Pada 1968 atau 64 tahun setelah wafatnya Raden Kartini, mencuat perbedaan radikal dan mendorong eksistensi paralel antara perempuan dan laki-laki. Kesetaraan yang tidak cocok digemakan. Perjuangan tangguh Kartini adalah karya besar kaum hawa yang sesuai dengan tuntutat zaman kala itu.

Artinya, untuk zaman kontemporer saat ini, feminisme hadir sebagai gerakan nyeleneh. Tidak jelas tujuan yang hendak dicapai. Karena kedudukan laki-laki dan perempuan sekarang cukup representatif dengan tidak mengekang. Hanya butuh sedikit polesan peraturan dan penegakan keadilan yang tidak tebang pilih.

Isu RUU Kesetaraan Gender yang didentumkan oleh DPR RI, Minggu 8 April 2012 menambah suasana panas kaum feminisme untuk meng goal kan visinya, membobrokkan anak Bangsa. Pejabat Negeri ini justru disibukan dengan kebijakan yang memperumit masalah perempuan.

Momentum hari Kartini, Sangat apik jika dijadikan oleh para aktivis perempuan dalam setiap levelnya. Bersatu untuk menggemakan kembali perjuangan hakiki dan memerangi gerakan feminisme yang terjelma menjadi RUU Kesetaraan Gender. Karena peraturan di dalam rancangan tersebut mengekang kodrat alamiah perempuan.

Sejatinya RUU Kesetaraan Gender adalah alat untuk membuat kebijakan pro kaum hawa oleh para aktivis perempuan tingkat Nasional, terutama Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi keperempuanan Indonesia. Selain itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga dapat berpartisipasi aktif dengan membuat program kerja yang solutif. Mensosialisasikan dan mendongkrak  kebijakan yang mengamankan posisi wanita.

Makna Hakiki

Perjuangan Raden Adeng Kartini perlu dimaknai sebagai wahana keadilan perempuan yang banyak bercerai – berai.  Kenyataannya,  kaum hawa kurang mendapat perhatian perlindungan baik secara de jure, apalagi de facto. Menitik beratkan pada solusi atas permasalahan kontemporer yang terjadi.

Masalah yang lebih hakiki saat ini adalah membebaskan korban pelecehan seksual, penjualan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, traficking, pelacuran, TKW, aborsi tingkat remaja, seks bebas para pemudi dan masih banyak lagi model ketidakadilan yang terjadi.

Kaum perempuan belum sepenuhnya bisa mewujudkan cita-cita Kartini. Porsi perempuan yang saat ini telah mandiri di ruang publik, memperoleh pendidikan tinggi, dan sukses meniti karir. Namun, tidak sedikit pula perempuan yang masih berada dalam posisi yang sangat jauh dari keadilan.

Hakikat perjuangan Kartini tidak hanya sekedar memorehkan perempuan boleh keluar rumah. Tetapi sejauh mana keberadaannya memberi manfaat ganda dalam kehidupan. Sukses menjadi istri dan ibu dalam rumah tangga tidak boleh ditingalkan.

Ketimpangan pemikiran yang marak tersebar adalah dengan pembebasan berkarier bagi perempuan, lalu menjadi alasan bagi mereka untuk kurang perhatian pada anak. Disinilah letak kerusakan yang terjadi. Frame berfikir perempuan seharusnya menyederhanakan tugas karir dengan tidak mengabaiakan perannya sebagai ratu di rumah bagi keluarga.

Oleh karena itu adil saat ada cuti hamil dan melahirkan untuk wanita karier dalam pemenuhan tugas keibuannya. Perempuan yang aktif di ranah publik harus mampu memberikan hak anak dan suami dalam rumah tangga. Sehingga tidak ada istilah perceraian dan tingginya tingkat kriminalitas yang dilakukan remaja.
Pemuda hari ini yang terjerumus dalam peredaran gelap narkotika, pecandu, terserang HIV AIDS, seks bebas, aborsi dan sederet kenakalan remaja adalah mereka yang tidak mendapat pemahaman penuh akan makna hidup. Tugas pentransferan ilmu pengetahuan dan kepribadian anak lebih dominan dan strategis dilaukan orang tua.

Dalam hal ini, penulis mengajak para orang tua untuk menyisihkan waktunya secara berkesinambungan. Misalnya mengajarkan keluhuran akhlak dengan kisah heroik pahlawan dalam dongeng sebelum tidur. Memperhatikan cara makan, minum, dan perilaku anak sesuai adab, mengamati ucapan anak dalam memfilter tontonan TV dan sebagainya.

Ketauladanan orang tua, terutama ibu sangat mempengaruhi kondisi kejiwaan anak. Tidak hanya bisa dilakukan dengan say hello ketika hendak berangkat bekerja dan saat pulang. Dengan kelebihan aktif di luar rumah, menuntut perhatian lebih bagi wanita karier. Sehingga perlu keseimbangan dalam pembagian waktu.
Artinya, menjadikan waktu perjumpaan dengan buah hati, meninggalkan kesan indah. Setiap pertukaran detik kebersamaan, menjalin kasih sayang dan memberi pelajaran. Peran ini harus maksimal dan tidak boleh dianggap remeh, karena sebagai penentu masa depan anak.

Makna perjuangan Kartini, masa sekarang menjadi momentum instropeksi diri tentang apa yang telah kita lakukan. Menyebarkan manfaat sebanyak- banyaknya untuk keadilan perempuan.
Peringatan hari kartini yang acap kali dihebokhan di dunia pendidikan, terutama  tingkat TK dan SD dengan acara 21 Srikandi bersepeda Jepara-Bandung, maraknya penyewaan pakaian adat daerah, maupun diskon serta bazar yang digelar, hendaknya tidak melunturkan tujuan awal perayaan. Yaitu sebuah ajang bergengsi perbaikan nilai luhur perempuan.

Perayaan hari kartini bukan hanya seremonial belaka tanpa makna.  Perbaikan perilaku perempuan Indonesia dalam mensinergiskan perannya untuk sukses tidak hanya di luar rumah, terlebih di dalam rumah.
Selamat hari Kartini buat kaum perempuan.

Semangat melakukan perbaikan besar buat Indonesia !!!

Sumber : Kammi
»»  READMORE...
0

Mengenang Perjuangan R.A Kartini

Sepuluh Tiga™
Dalam sejarah di Indonesia banyak sekali pahlawan-pahlawan wanita yang hebat dan luar biasa dalam memperjuangan emansipasi wanita. 

Salah satunya adalah  Raden Ayu Kartini. Kenapa harus Kartini yang menjadi simbol emansipasi wanita padahal masih banyak pahlawan-pahlawan wanita yang lain yang tidak kalah luar biasanya?

Menurut penelusuran Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Harsja W. Bachtiar, Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.
Harsja menulis tentang kisah ini: “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”

Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Social Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme. Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia.

Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Pada 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda.

Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini, dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”

Kartini-Kartini dimasa kini

Masa telah berganti. Emansipasi wanita yang dulu telah diperjuangkan oleh R.A. Kartini secara luar biasa itu, kini telah diteruskan oleh kartini-kartini yang baru.

Kartini-kartini di abad ini juga telah mengikuti jejak R.A. Kartini. Dulu, Kartini  berjuang untuk mengangkat derajat wanita yang pada masa itu memang terbelenggu. 

Kini, perjuangan itu harus diteruskan oleh  “Kartini-Kartini”  yang   baru. Mereka itu  harus  berjuang sesuai  dengan  bidang, tugas  dan tanggung jawabnya masing-masing, baik sebagai pejabat negara (Menteri, Anggota DPR, Hakim, Dubes), para pejabat dan pegawai di segala intansi pemerintah maupun swasta, sebagai wirausaha, sebagai wartawan, pendidik maupun bidang-bidang lainnya. Banyak wanita masa kini, termasuk yang telah berumahtangga, ikut aktif berkerja untuk mengais penghasilan demi kecukupan kebutuhan keluarganya.

Tetapi jangan dilupakan pentingnya peranan wanita-wanita sebagai Ibu Rumah Tangga biasa. Mereka itu berjasa secara luar biasa dalam bekerja di balik layar. Karena peran merekalah para suaminya dapat tenang bekerja dan bersemangat untuk mendapatkan sebesar-besarnya kecukupan keluarga.

Selain itu, harus diberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para ibu (Istri) secara keseluruhan. Merekalah yang secara aktif terlibat langsung dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Walaupun mereka tidak pernah mendpatkan penghargaan dan balas jasa, tetapi mereka tidak pernah mengeluh. Apalagi peran wanita sebagai ibu yang telah mengandung dan melahirkan anak-anak, karena dari rahim merekalah lahir generasi penerus yang kelak akan meneruskan perjuangan yang telah dirintis oleh R.A. Kartini dan pahlawan-pahlawan yang luar biasa lainnya.

Karena itu, tanggal 21 April seyogyanya tidak sekedar menjadi hari peringatan untuk mengenang perjuangan R.A. Kartini saja. Marilah kita renungkan, betapa mulianya perjuangan yang dilakukan oleh R.A. Kartini untuk mendobrak pagar emansipasi yang kokoh. Tanpa itu  mungkin kesetaraan itu tak akan pernah kita rasakan.

Kartini-Kartini masa kini perlu memperjuangkan bagaimana kesetaraan jender yang telah ada saat ini benar-benar dibuktikan dengan karya nyata kaum wanita dalam mengisi kemerdekaan, dan turut serta membangun serta memperjuangkan pencapaian kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia ini. Itu harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, kejujuran, dan kepahlawanan Kartini. (Raso danYL/Asdep PHI/DPOK)

Sumber : SetKab
»»  READMORE...
0

Biografi R.A Kartini

Sepuluh Tiga™

Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan
jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.

Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya. Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.

Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani.

Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.

Sumber : Kolom Biografi
»»  READMORE...
 
Copyright 2012 Sepuluh Tiga™